KEBIJAKAN TENTANG DESENTRALISASI PENDIDIKAN
KEBIJAKAN TENTANG
DESENTRALISASI PENDIDIKAN
|
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Desentralisasi adalah merupakan penyerahan wewenang pemerintah oleh
pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagai
suatu sistem yang dipakai dalam bidang pemerintahan merupakan kebalikan dari
sentralisasi, dimana sebagian kewenangan pemerintah pusat dilimpahkan kepada
pihak lain untuk dilaksanakan.
Dalam konteks pelaksanaan otonomi daerah ditegaskan bahwa sistem
pendidikan nasional yang bersifat sentralistis selama ini kurang
mendorong terjadinya kebijakan-kebijakan baru dan desentralisasi
penyelenggaraan pendidikan. Sebab sistem pendidikan yang sentralisasi diakui
kurang bisa mengakomodasi keberagaman daerah, keberagaman sekoah,
serta keberagaman peserta didik, bahkan cendrung mematikan partisipasi
masyarakat dalam pengembangan pendidikan.
Desentralisasi sebagai kebijakan politik berpengaruh pada proses pembanguna
pendidikan. Meskipun desentralisasi pendidikan merupakan sebuah keharusan,
namun dalam realitasnya, pelaksanaan desentralisasi pendidikan terkesan satu
tindakan yang agak tergesa-gesa dan tidak siap. Hal ini bisa dilihat dari belum
memadainya sumber daya manusia ( SDM ) daerah, sarana dan prasarana yang kurang
memadai, manajemen pendidikan yang belum optimal, disamping juga sekian banyak
permasalahan yang masih dihadapi dunia pendidikan di daerah.
Diantara persoalan yang dihadapi pendidikan di daerah sekarang adalah
menyangkut mutu lulusan yang masih rendah, kondisi fisik sekolah yang
memperhatinkan, kurangnya guru dan kualifikasinya yang tidak sesuai,
ketidakmerataan penyelenggaraan pendidikan, merupakan pekerjaan rumah yang
cukup berat bagi pemerintah daerah dalam keragaman pelaksanaan otonomi daerah.
Pemahaman dan komitmen yang kuat dari pemerintah daerah tentang pendidikan
sangat diperlukan dalam upaya menjawab berbagai permasalahan tersebut.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan desentralisasi pendidikan ?
2.
Bagaimana kebijakan tentang desentralisasi di Indonesia saat ini ?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui pengertian desentralisasi pendidikan.
2.
Untuk mengetahui bagaimana kebijakan tantang desentralisasi di Indonesia
saat ini.
D.
Mamfaat Penulisan
Dari
penulisan ini diharapkan mendatangkan manfaat berupa penambahan pengetahuan
serta wawasan penulis kepada pembaca tentang kebijakan desentralisasi pendidikan
sekarang ini. Sehingga kita
dapat mencari solusinya secara bersama agar pendidikan di masa yang akan dapat
meningkat baik dari segi kualitas maupun kuantitas yang diberikan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Pengertian pendidikan
Sebelum kita membahas mengenai kebijakan tentang desentalisasi pendidikan di Indonesia,
sebaiknya kita melihat definisi dari pendidikan
itu sendiri terlebih dahulu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan berasal dari kata dasar didik (mendidik),
yaitu memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan
kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan
mempunyai pengertian yaitu proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik.
Ki Hajar Dewantara, sebagai Tokoh Pendidikan
Nasional Indonesia, peletak dasar yang kuat pendidkan nasional yang progresif
untuk generasi sekarang dan generasi yang akan datang merumuskan pengertian
pendidikan sebagai berikut :
Pendidikan
umumnya berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan
batin, karakter), pikiran (intelektual dan tubuh anak); dalam Taman Siswa tidak
boleh dipisahkan bagian-bagian itu agar supaya kita memajukan kesempurnaan
hidup, kehidupan, kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik, selaras
dengan dunianya (Ki Hajar Dewantara, 1977:14)
Dari etimologi dan analisis pengertian pendidikan di atas, secara singkat pendidikan dapat dirumuskan sebagai tuntunan
pertumbuhan manusia sejak lahir hingga tercapai kedewasaan jasmani dan rohani,
dalam interaksi dengan alam dan lingkungan masyarakatnya.
Pendidikan merupakan
proses yang terus menerus, tidak berhenti. Di dalam proses pendidikan ini, keluhuran martabat manusia dipegang
erat karena manusia (yang terlibat dalam pendidikan
ini) adalah subyek dari pendidikan. Karena
merupakan subyek di dalam pendidikan, maka
dituntut suatu tanggung jawab agar tercapai suatu hasil pendidikan yang baik. Jika memperhatikan bahwa manusia itu
sebagai subyek dan pendidikan meletakkan
hakikat manusia pada hal yang terpenting, maka perlu diperhatikan juga masalah
otonomi pribadi. Maksudnya adalah, manusia sebagai subyek pendidikan harus bebas untuk “ada” sebagai dirinya
yaitu manusia yang berpribadi, yang bertanggung jawab.
Hasil dari pendidikan
tersebut yang jelas adalah adanya perubahan pada subyek-subyek pendidikan itu sendiri. Katakanlah dengan bahasa
yang sederhana demikian, ada perubahan dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak
mengerti menjadi mengerti. Tetapi perubahan-perubahan yang terjadi setelah
proses pendidikan itu tentu saja tidak
sesempit itu. Karena perubahan-perubahan itu menyangkut aspek perkembangan
jasmani dan rohani juga.
Melalui pendidikan
manusia menyadari hakikat dan martabatnya di dalam relasinya yang tak
terpisahkan dengan alam lingkungannya dan sesamanya. Itu berarti, pendidikan sebenarnya mengarahkan manusia menjadi
insan yang sadar diri dan sadar lingkungan. Dari kesadarannya itu mampu
memperbarui diri dan lingkungannya tanpa kehilangan kepribadian dan tidak
tercerabut dari akar tradisinya.
B. Pengertian Desentralisasi Pendidikan
Desentralisasi
adalah pendelegasian wewenang dalam membuat keputusan dan kebijakan kepada
manajer atau orang-orang yang berada pada level bawah dalam suatu struktur
organisasi. Mengenai asas desentralisasi, ada banyak definisi. Secara
etimologis, istilah desentralisasi berasal dari bahasa Latin “de”, artinya
lepas dan “centrum”, yang berarti pusat, sehingga bisa diartikan melepaskan
dari pusat. Sementara, dalam Undang-undang No. 32 tahun 2004, bab I, pasal 1
disebutkan bahwa desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh
Pemerintah kepada daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
dalam sistem Negara Kesatuan RI.
Dari penjelasan
diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian desentralisasi pendidikan
adalah suatu proses di mana suatu lembaga yang lebih rendah kedudukannya
menerima pelimpahan kewenangan untuk melaksanakan segala tugas pelaksanaan
pendidikan, termasuk pemanfaatan segala fasilitas yang ada serta penyusunan
kebijakan dan pembiayaan.
C.
Tujuan dan Manfaat Desentralisasi Pendidikan
Secara konseptual, terdapat dua
jenis desentralisasi pendidikan, yaitu:
Ø Desentralisasi kewenangan di sektor pendidikan dalam hal kebijakan
pendidikan dan aspek
pendanaannya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah (propinsi dan distrik).
Ø Desentralisasi pendidikan dengan fokus pada pemberian kewenangan
yang lebih besar di tingkat sekolah.
Konsep desentralisasi pendidikan yang pertama terutama berkaitan dengan
otonomi daerah dan desentralisasi penyelenggaraan pemerintahan dari pusat ke
daerah, sedangkan konsep desentralisasi pendidikan yang memfokuskan pada
pemberian kewenangan yang lebih besar pada tingkat sekolah dilakukan dengan
motivasi untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Adapun tujuan
dan orientasi dari desentralisasi pendidikan sangat bervariasi berdasarkan
pengalaman desentralisasi pendidikan yang dilakukan di beberapa negara Amerika
Latin, di Amerika Serikat dan Eropa. Jika yang menjadi tujuan adalah pemberian
kewenangan di sektor pendidikan yang lebih besar kepada pemerintah daerah, maka
fokus desentralisasi pendidikan yang dilakukan adalah pada pelimpahan
kewenangan yang lebih besar kepada pemerintah lokal atau kepada Dewan Sekolah.
Implisit ke dalam strategi desentralisi pendidikan yang seperti ini adalah
target untuk mencapai efisiensi dalam penggunaan sumber daya (school
resources; dana pendidikan yang berasal yang pemerintah dan masyarakat).
Di lain pihak,
jika yang menjadi tujuan desentralisasi pendidikan adalah peningkatan
kualitas proses belajar mengajar dan kualitas dari hasil proses belajar
mengajar tersebut. Maka desentralisasi
pendidikan lebih difokuskan pada reformasi proses belajar-mengajar. Partisipasi
orang tua dalam proses belajar mengajar dianggap merupakan salah satu faktor
yang paling menentukan.
Desentralisasi
pendidikan merupakan peluang bagi peningkatan mutu kegiatan belajar mengajar di
sekolah. Dengan kata lain, ia merupakan peluang bagi peningkatan mutu
pendidikan di setiap daerah. Hal ini karena perhatian terhadap peningkatan mutu
guru, peningkatan mutu manajemen kepala sekolah, peningkatan sarana dan
prasarana pendidikan, pembiayaan pendidikan menjadi lebih baik jika dikelola
oleh para pejabat pendidikan yang ada di daerah. Pada akhirnya, tujuan
desentralisasi pendidikan adalah pada pemerataan mutu pendidikan yang meningkat
ini.
Sistem
pendidikan yang selama ini dikelola dalam suatu iklim birokratik dan
sentralistik dianggap sebagai salah satu sebab yang telah membuahkan
keterpurukan dalam mutu dan keunggulan pendidikan di tanah air kita. Hal ini
beralasan, karena sistem birokrasi selalu menempatkan “kekuasaan” sebagai
faktor yang paling menentukan dalam proses pengambilan keputusan.
Sekolah-sekolah saat ini telah terkungkung oleh kekuasaan birokrasi sejak
kekuasaan tingkat pusat hingga daerah bahkan terkesan semakin buruk dalam era
reformasi saat ini. Ironisnya, kepala sekolah dan guru-guru sebagai pihak yang
paling memahami realitas pendidikan berada pada tempat yang “dikendalikan”.
Merekalah seharusnya yang paling berperan sebagai pengambil keputusan dalam
mengatasi berbagai persoalan sehari-hari yang menghadang upaya peningkatan mutu
pendidikan. Namun, mereka ada dalam posisi tidak berdaya dan tertekan oleh
berbagai pembakuan dalam bentuk juklak dan juknis yang “pasti” tidak sesuai
dengan kenyataan obyektif di masing-masing sekolah.
Disamping
itu pula, kekuasaan birokrasi juga yang menjadi faktor sebab dari menurunnya
semangat partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
Dulu, sekolah sepenuhnya dimiliki oleh masyarakat, dan merekalah yang membangun
dan memelihara sekolah, mengadakan sarana pendidikan, serta iuran untuk
mengadakan biaya operasional sekolah. Jika sekolah telah mereka bangun,
masyarakat hanya meminta guru-guru kepada pemerintah untuk diangkat pada sekolah
mereka itu.
Pada
waktu itu, kita sebenarnya telah mencapai pembangunan pendidikan yang
berkelanjutan (sustainable development), karena sekolah adalah sepenuhnya milik
masyarakat yang senantiasa bertanggungjawab dalam pemeliharan serta operasional
pendidikan sehari-hari. Pada waktu itu, Pemerintah berfungsi sebagai
penyeimbang, melalui pemberian subsidi bantuan bagi sekolah-sekolah pada
masyarakat yang benar-benar kurang mampu.
Namun,
keluarnya Inpres SDN No. 10/1973 adalah titik awal dari keterpurukan sistem
pendidikan, terutama sistem persekolahan di tanah air. Pemerintah telah
mengambil alih “kepemilikan” sekolah yang sebelumnya milik masyarakat menjadi
milik pemerintah dan dikelola sepenuhnya secara birokratik bahkan sentralistik.
Sejak itu, secara perlahan “rasa memiliki” dari masyarakat terhadap sekolah
menjadi pudar bahkan akhirnya menghilang. Peran masyarakat yang sebelumnya
“bertanggung jawab”, mulai berubah menjadi hanya “berpartisipasi” terhadap
pendidikan, selanjutnya, masyarakat bahkan menjadi “asing” terhadap sekolah.
Semua sumberdaya pendidikan ditanggung oleh pemerintah, dan seolah tidak ada
alasan bagi masyarakat untuk ikut serta berpartisipasi apalagi bertanggungjawab
terhadap penyelengaraan pendidikan di sekolah.
Berdasarkan
pengalaman empiris tersebut, maka kemandirian setiap satuan pendidikan sudah
menjadi satu keharusan dan merupakan salah satu sasaran dari kebijakan
desentralisasi pendidikan saat ini. Sekolah-sekolah sudah seharusnya menjadi
lembaga yang otonom dengan sendirinya, meskipun pergeseran menuju
sekolah-sekolah yang otonom adalah jalan panjang sehingga memerlukan berbagai
kajian serta perencanaan yang hati-hati dan mendalam. Jalan panjang ini tidak
selalu mulus, tetapi akan menempuh jalan terjal yang penuh dengan onak dan duri.
Orang bisa saja mengatakan bahwa paradigma baru untuk mewujudkan pengelolaan
pendidikan yang demokratis dan partisipatif, tidak dapat dilaksanakan di dalam
suatu lingkungan birokrasi yang tidak demokratis. Namun, pengembangan
demokratisasi pendidikan tidak harus menunggu birokrasinya menjadi demokratis
dulu, tetapi harus dilakukan secara simultan dengan konsep yang jelas dan
transparans.
Selanjutnya
desentralisasi pendidikan memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah maupun
sekolah untuk mengambil keputusan terbaik tentang penyelenggaraan pendidikan di
daerah atau sekolah yang bersangkutan berdasarkan potensi daerah dan
stakeholders sekolah. Olah karenanya, desentralisasi pendidikan disamping
diakui sebagai kebijakan politis yang berkaitan dengan pendidikan, juga
merupakan kebijakan yang berkait dengan banyak hal.
Ada
dua macam otoritas kewenangan dan tanggung jawab yang dibebankan pemerintah
pusat ke pemerintah daerah dalam konteks desentralisasi. Pertama,
desentralisasi politis. Desentralisasi
politis menyangkut segala kebijakan yang dibutuhkan untuk melaksanakan wewenang
tersebut, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan sampai evaluasinya. Kedua,
desentralisasi administratif, desentralisasi administratif menyangkut strategi
pengelolaan kewenangan yang bersifat implementatif untuk melaksanakan suatu
fungsi pendidikan.
Paqueo
dan Lammaert menunjukkan alasan-alasan desentralisasi penyelenggaraan
pendidikan yang sangat cocok untuk kondisi Indonesia, yaitu:
a.
Kemampuan daerah dalam membiaya pendidikan.
b.
Peningkatan efektivitas dan efesiensi penyelenggaraan
pendidikan dari masing-masing daerah.
c.
Redistribusi kekuatan politik.
d.
Peningkatan kualitas pendidikan.
e.
Peningkatan inovasi dalam rangka pemuasan harapan seluruh
warga negara.
Sesuai
dengan tuntutan reformasi dan demokratisasi di bidang pendidikan, pengelolaan
pendidikan di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari keinginan dan tujuan bangsa
Indonesia dalam penyelenggaran pendidikan itu sendiri. Sebagai contoh dalam
pendidikan dasar, propenas menyebutkan kegiatan pokok dalam upaya memperbaiki
manajemen pendidikan dasar di Indonesia adalah:
a.
Melaksanakan desentralisasi bidang pendidikan secara bertahap,
bijaksana dan profesional, Termasuk peningkatan peranan stakeholders sekolah.
b.
Mengembangkan pola penyelenggaraan pendidikan secara
desentralisasi untuk meningkatkan efesiensi pemanfaatan sumber daya pendidikan
dengan memperhatikan kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat;
c.
Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan, seperti diversifikasi penggunaan sumber daya dan dana.
d.
Mengembangkan sistem insentif yang mendorong terjadinya
kompetensi yang sehat baik antara lembaga dan personil sekolah untuk pencapaian
tujuan pendidikan
e.
Memberdayakan personil dan lembaga, antara lain melalui
pelatihan yang dilaksanakan oleh lembaga profesional.
f.
Meninjau kembali semua produk hukum di bidang pendidikan yang
tidak sesuai lagi dengan arah dan tuntutan pembangunan pendidikan; dan
g.
Merintis pembentukan badan akreditasi dan sertifikasi
mengajar di daerah untuk meningkatkan kualitas tenaga kependidikan secara
independen.
BAB III
PEMBAHASAAN
A. Realitas Analisis di Lapangan
Dari realitas pendidikan atau lembaga-lembaga pendidikan yang ada saat ini,
tampaknya sekarang indonesia mengimplementasikan sistem desentralisasi sistem
pengelolaan pendidikan dan manajemen berbasis sekolah. Namun demikan, dalam
beberapa hal menyangkut pembiayaan pendidikan dan kurikulum, masih cenderung
terkandung pada keputusan-keputusan pemerintah pusat.
Untuk melaksanakan desentralisasi pendidikan secara nasional diseluruh
wilayah indonesia tampaknya mengalami berbagai kesulitan, karena sejumlah
masalah dan kendala yang perlu diatasi. Masalah-masalah yang berkaitan dengan
subtansi manajemen pendidikan dan perundang-undangan adalah sebagai berikut:
1.
Masalah Kurikulum
Dalam konteks otonomi daerah, kurikulum suatu lembaga pendidikan tidak
sekedar daftar nama mata pelajaran yang dituntut didalamnya suatu jenis dan
jenjang pendidikan. Dalam pengertian yang luas, kurikulum berisi konsisi yang
telah melahirkan suatu rencana atau program pelajaran tertentu, juga berkenaan
denagn proses yang terjadi di dalam lembaga ( proses pembelajaran ), fasilitas
yang tersedia yang menunjang terjadinya proses, dan akhirnya produk atau hasil
dari proses tersebut.
Kurikulum adalah seluruh program, fasilitas dan kegiatan suatu lembaga
pendidikan atau pelatihan untuk mewujudkan visi dan misi lembaganya. Oleh
karena itu, pelaksanaan kurikulum untuk menunjang keberhasilan sebuah lembaga
pendiudikan harus ditunjang hal-hal berikut:
a.
Tersedianya tenaga pengajar ( guru ) yang kompeten
b.
Tersedianya fasilitas fisik atau fasilitas belajar yang memadai dan
menyenangka
c.
Tersedianya fasilitas bantu untuk proses belajar mengajar adanya tenaga
penunjang pendidikan, seperti tenaga administrasi, pembimbing, pustakawan,
laboran
d.
Tersedianya dana yang memadai
e.
Manajemen yang efektif dan efisien
f.
Terpeliharanya budaya yang menunjang seperti nilai-nilai religius, moral,
kebangsaan, dan lain-lain
g.
Kepemimpinan pendidikan yang visioner, transparan, dan akuntabel
2.
Masalah Sumber Daya manusia
Sumberdaya manusia merupakan pilar yang paling
utama dalam melakukan implementasi desentralisasi pendidikan. Banyak
kekhawatiran dalam bidang kesiapan SDM ini, diantaranya belum terpenuhinya
lapangan kerja dengan kemampuan sumber daya yang ada. Bagaimana pun sumberdaya
manusia yang kurang profesioanal akan menghambat pelaksanaan sistem pendidikan.
Penataan SDM yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan dan keahliannya
menyebabkan pelaksanaan pendidikan tidak profesional. Banyak tenaga
kependidikan yang latar belakang pendidikannya tidak relevan ditempatkan
didunia kerja yang ditekuninya.
3.
Masalah Dana, Sarana, dan Prasarana Pendidikan
UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional sebenarnya sedanh mengamatkan tentang pentngnya alokasi anggaran
dana untuk pembiayaan dan pembanguna pendidikan ini. Dalam pasal 49 ayat (1)
dikemukakan bahwa “Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan
kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
( APBN ) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah ( APBD ).
Dana masyarakat yang selama ini digunakan
untuk membiayai pendidikan belum optimal teralokasikan secara proporsional
sesuai dengan kemampuan daerah. Terserapnya dan masyarakat terpusat membuat
daerah menjadi semakin tidak berdaya membiayai penyelenggaraan pendidikan.
Sarana dan prasarana pendidikan sangat tergantung pandangannya dipemerintah
pusat.
4.
Masalah Organisasi Kelembagaan
Proses desentralisasi kelembagaan pendidikan
merupakan proses yang cukup rumit. Hal ini sebagaimana yang digambarkan
Soewartoyo, dkk. ( 2003:80-81) ( dalam buku otonomi pendidikan ) di sebabkan
karena beberapa faktor, yaitu:
a.
Desentralisasi kelembagaan pendidikan akan menciptakan suatu istem pendidikan
dengan kebijakan-kebijakan yang faktual
b.
Desentralisasi kelembagaan pendidikan harus mengelola sumber dayanya dan
sekaligus memanfaatkannya
c.
Desenmtralisasi kelembagaan pendidikan harus melatih tenaga kependidikan
dan tenaga pengelola tingkat lapangan yang profesional
d.
Desentralisasi kelembagaan pendidikan harus menyusun kurikulum yang tepat
guna
e.
Desentralisasi kelembagaan pendidikan juga harus dapat mengelola sistem
pendidikan yang didasarkan pada kehidupan sosial budaya
5.
Masalah Perundang-undangan
Pengaturan otonomi daerah dalam bidang
pendidikan secara tegas telah dinyatakan dalam PP Nomor 25 Tahun 2000 yang
mengatur pembagian kewenangan pemerintah pusat dan provinsi. Semua urusan
pendidikan diluar kewenanagn pemerintah pusat dan provinsi tersebut sepenuhnya
menjadi wewnang pemerintah kabupaten/kota. Ini berati bahwa tugas dan beban
pemerintah daerah kabupaten/kota dalam menangani layanan pendidikan amat besar
dan berat, terutama bagi daerah yang kemampuan diri ( capacity building ) dan
sumber daya pendidikannya kurang.
B. Analisis Swot
Pendidikan
adalah suatu proses pembentukan karakter manusia yang mengarah pada kemandirian
hidup, memerlukan suatu penataan yang matang dan terencana. Dengan demikian
maka jelaslah tujuan utama dari desentralisasi dan demokrasi pendidikan adalah
untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan infrastruktur yang baik.
Dengan mutu
pendidikan yang baik didalamnya terdapat inovasi-inovasi pendidikan mengenai
ide, hal-hal yang praktis, metode, cara, dan sesuatu yang dibuat oleh manusia
sehingga dapat dirasakan, dinikmati sebagai suatu hal yang baru dan bermanfaat
bagi masyarakat khususnya pendidkan.
a.
Kelebihan Desentralisasi dan Demokratisasi
dalam Pendidikan
Indonesia
sebagai sebuah negara-bangsa akan kuat bila dibangun di atas sistem yang
kongruen, keterkaitan secara sistemik antara komponen-komponen yang berada di
dalamnya, termasuk hubungan antara pusat dan daerah.
Dalam hal ini
kelebihan sistem disentralisasi dapat di simpulkan
Pertama desentralisasi
membawa dampak positif khususnya bila diterapkan dalam bidang administratif.
Karena, penerapan ini dalam sistem penyelenggaraan pendidikan dapat
meningkatkan efesiensi kegiatan pendidikan.
Kedua
desentralisasi adalah salah satu prakondisi yang diperlukan
untuk memperbaiki kinerja manajemen sekolah dan meningkatkan prestasi siswa.
Hal ni menegaskan bahwa desentralisasi mendorong berkembangnya suatu proses
yang lebih kompetitif dalam suatu proses pembelajaran siswa.
Ketiga desentralisasi
dapat memacu kreatifitas guru dalam membuat suatu inovasi baru dalam dunia
pendidikan.
Keempat desentralisasi
dapat membuat pengelolaan manajemen keuangan sekolah lebih otimal, karena
apabila pengelolaan keuangan berjalan baik, sistem administrasi yang sebagai
jembatan antara pendidik anak didik.
Kelima desentralisasi
dapat menunjang suatu sarana prasarana dalam fasilitas sekolah guna
memperlancar proses pembelajaran. Fasilitas yang baik mampu menimbulkan suatu
kreativitas siswa dan guru dalam mengembangkan suatu pembelajaran. Sehingga
timbullah inovasi-inovasi baru yang lebih praktis dan mampu bersifat ekonomis.
Keenam desentralisasi
mampu mengembangkan keterampilan dalam mengelola sistem manajemen, perencanaan,
kegiatan-kegiatan sekolah yang telah diberikan oleh pemerintah kepada daerah.
Ketujuh desentralisasi
cenderung mengajak semua warga negara mengenyam pendidikan yang layak sesuai
dengan program dan tujuan pemerintah.
Kedelapan demokratisasi
mampu menyelesaikan masalah disuatu daerah itu sendiri.contoh : Pengadaan buku
untuk pengembangan perpustakaan, pengadaan alat-alat peraga pembelajaran.
Kesembilan Demokrasi
pendidikan merupakan proses buat memberikan jaminan dan kepastian adanya
persamaan kesempatan buat mendapatkan pendidikan di dalam masyarakat tertentu.
b.
Kekurangan Desentralisasi dan Demokratisasi
dalam Pendidikan
Pertama desentalisasi
dapat menimbulkan kecemburuan sosial antara pemerintah daerah dan masyarakat.
Kedua desentralisasi
manajemen keuangan tidak transparan. Sehingga dapat menimbulkan persepsi yang
negatif di mata masyarakat.
Ketiga desentralisasi
dapat menimbulkan banyaknya tidak korupsi.
Keempat
densentralisasi dapat menimbulkan anggaran yang tidak sesuai dengan pengeluaran
yang terjadi.
Kelima desentralisasi
dapat menurunkan kualitas guru dalam mengelola suatu pembelajaran didalam
kelas.
Keenam desentralisasi
sebagai penyelenggara pendidikan membuka peluang bagi tumbuh suburnya
legitimasi politik.
Ketujuh
desentralisasi, menimbulkan sarana dan prasarana belum menunjang untuk proses
pemerataan penerimaan pendidikan.
Kedelapan
desentralisasi, tidak adanya inovasi baru sehingga melemahkan semangat juang
para pendidik.
Kesembilan, konsep
pemecahan disuatu daerah tidak dapat digunakan didaerah lain. Karena terbentur
aspek-aspek seperti lingkungan budaya dan sosial politik.
Kesepuluh Desentralisasi
pendidikan yang efektif tidak hanya melibatkan proses pemberian kewenangan dan
pendanaan yang lebih besar dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, tetapi
desentralisasi juga harus menyentuh pemberian kewenangan yang lebih besar ke
sekolah-sekolah dalam menentukan kebijakan-kebijakan: organisasi dan proses
belajar-mengajar, manajemen guru, struktur dan perencanaan di tingkat sekolah,
dan sumber-sumber pendanaan sekolah.
C. Temuan-temuan
Berdasarkan
pengalaman empiris tersebut, maka kemandirian setiap satuan pendidikan sudah
menjadi satu keharusan dan merupakan salah satu sasaran dari kebijakan
desentralisasi pendidikan saat ini. Sekolah-sekolah sudah seharusnya menjadi
lembaga yang otonom dengan sendirinya, meskipun pergeseran menuju
sekolah-sekolah yang otonom adalah jalan panjang sehingga memerlukan berbagai
kajian serta perencanaan yang hati-hati dan mendalam. Jalan panjang ini tidak
selalu mulus, tetapi akan menempuh jalan terjal yang penuh dengan onak dan
duri. Orang bisa saja mengatakan bahwa paradigma baru untuk mewujudkan
pengelolaan pendidikan yang demokratis dan partisipatif, tidak dapat
dilaksanakan di dalam suatu lingkungan birokrasi yang tidak demokratis. Namun,
pengembangan demokratisasi pendidikan tidak harus menunggu birokrasinya menjadi
demokratis dulu, tetapi harus dilakukan secara simultan dengan konsep yang
jelas dan transparans.
Selanjutnya
desentralisasi pendidikan memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah maupun
sekolah untuk mengambil keputusan terbaik tentang penyelenggaraan pendidikan di
daerah atau sekolah yang bersangkutan berdasarkan potensi daerah dan
stakeholders sekolah. Olah karenanya, desentralisasi pendidikan disamping
diakui sebagai kebijakan politis yang berkaitan dengan pendidikan, juga merupakan
kebijakan yang berkait dengan banyak hal.
BAB IV
PENUTUP
A.
Simpulan
Desentralisasi adalah suatu keterkaitan antara
kebijakan pemerintah dari pusat ke daerah dalam aspek-aspek kewenangan suatu
pengembangan pendidikan di daerah.
Kebijakan pendidikan merupakan suatu hal yang sangat didamba-kan oleh masyarakat.
Melalui kebijakan tersebut diharapkan peluang masyarakat untuk menikmati
pendidikan menjadi semakin lebar sesuai dengan kemampuan dan kesempatan yang
dimiliki. Jurang pemisah antara kelompok terdidik dan belum terdidik menjadi
semakin terhapus, sehingga informasi pembangunan tidak lagi menjadi hambatan.
Ungkapan pendidikan untuk semua dan semuanya untuk pendidikan diharapkan bukan
sekedar wacana tetapi sudah harus merupakan komitmen pemerintah dan masyarakat
untuk mewujudkannya. Dengan demikian isu tentang besarnya putus sekolah,
elitisme, ketidakterjangkauan dalam meraih pendidikan, dan seterusnya dapat
terhapus dengan sendirinya.
Desentralisasi pendidikan menempatkan para
pengelola pendidikan didaerah sebagai perangat manajemen yang diberikan
otoritas, bukan sebagai pemegang otoritas penuh. Jika ada pendidikan dan
kreativitas yang tinggi di kalangan pemerintah daerah, desentralisasi akan
membawa perubahan pada sistem pendidikan nasional.
Kebijakan dan pendidikan merupakan dua istilah yang
saling berkaitan satu sama lain karena nilai kebijakan untuk difahami
dan dimiliki masyarakat harus melalui pendidikan, begitu juga sebaliknya agar
pendidikan dapat menghasilkan lulusan yang memiliki kemandirian, daya kritis,
dinamis, watak demokratis dan senantiasa menjunjung harkat dan martabat
manusia, maka pendidikan harus dilaksanakan dengan demokrasi.
Dalam membangun sistem pendidikan yang
demokratis di Indonesia melibatkan seluruh pelaku pendidikan dalam
mempersiapkan, merancang dan mengembangkan lembaga pendidikan yang berlandaskan
prinsip-prinsip dan nilai-nilai demokrasi Pancasila. Nilai demokrasi harus
melekat pada seluruh komponen pendidikan yaitu nilai demokrasi melekat pada
guru, peserta didik, kurikulum, sarana pendidikan, proses pendidikan dan
lingkungan pendidikan.
B. Saran dan Rekomendasi
Desentralisasi pendidikan menempatkan para pengelola pendidikan
didaerah sebagai perangat manajemen yang diberikan otoritas, bukan sebagai
pemegang otoritas penuh. Jika ada pendidikan dan kreativitas yang tinggi di
kalangan pemerintah daerah, desentralisasi tidak akan membawa perubahan pada
sistem pendidikan nasional.
Kebijakan dan pendidikan merupakan dua istilah yang
saling berkaitan satu sama lain karena nilai kebijakan untuk difahami
dan dimiliki masyarakat.
Maka dengan desentralisasi
pendidikan ini diharapkan lembaga pendidikan (SD, SLTP, SLTA dan Sekolah
Sederajat lainnya) dapat menghasilkan lulusan yang memiliki
kemandirian, daya kritis, dinamis, watak demokratis dan senantiasa menjunjung
harkat dan martabat manusia, maka pendidikan harus dilaksanakan dengan
demokrasi.
DAFTAR PUSTAKA
Hadiyanto. 2004. Mencari Sosok Desentralisasi
Manajemen Pendidikan di Indonesia, Jakarta : Rineka Cipta
I. Musa. 2001. Otonomi Penyelenggaraan
Pendidikan Dasar dan Menengah. Jurnal Pendidikan Volume 2 No. 2 September.
Komisi Nasional Pendidikan. 2001. Menuju Pendidikan Bermutu dan
merata, jakarta:Laporan Komisi Nasional Pendidikan.
Komite Reformasi Pendidikan. 2001. Naskah
Akademik Rancangan Undang-undang Nasional, Jakarta: Balitbang Depdiknas. .
Suryadi Ace. 2003. Mewujudkan Sekolah-sekolah
Yang Mandiri dan Otonom, Disampaikan pada Sosialisasi Pemberdayaan Dewan
Pendidikan Dan Komite Sekolah Juni 2003
Siti, Irene.
Desentralisasi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pendidikan.
Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 2011
Komentar
Posting Komentar