AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN PADA PENGELOLAAN DANA WAKAF TUNAI
ANALISIS AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN PADA
PENGELOLAAN DAN PENYALURAN WAKAF TUNAI
Cecep Hilman, M.Pd
Darul Quan Mulia Bogor
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Akuntasi Pertanggungjawaban
1. Pengertian
Akuntansi Pertanggungjawaban
Akuntansi pertanggungjawaban merupakan salah satu konsep dari
akuntansi manajemen dan sistem akuntansi yang dikaitkan dan disesuaikan dengan
pusat-pusat pertanggungjawaban yang ada dalam organisasi. Istliah akuntansi pertanggungjawaban ini
akan mengarah pada proses akuntansi yang melaporkan sampai bagaimana baiknya manajer pusat
pertanggungjawaban dapat memanage pekerjaan yang langsung dibawah pengawasannya dan yang
merupakan tanggungjawabnya atau suatu sistem yang mengukur rencana dan
tindakan dari setiap pusat pertanggungjawaban.
Menurut Hansen, Mowen (2005:116) definisi akuntansi
pertanggungjawaban adalah sebagai berikut:
”Akuntansi pertanggungjawaban adalah Sistem yang mengukur berbagai hasil yang dicapai
oleh setiap pusat pertanggungjawaban menurut informasi yang dibutuhkan oleh
para manajer
untuk mengoperasikan pusat pertanggungjawaban mereka.”
Menurut LM Samryn (2001: 258) adalah sebagai
berikut : “Akuntansi pertanggungjawaban merupakan suatu sistem akuntansi yang
digunakan untuk mengukur kinerja setiap pusat pertanggungjawaban sesuai dengan
informasi yang dibutuhkan manajer untuk mengoperasikan pusat pertanggungjawaban
mereka sebagai bagian dari sistem pengendalian manajemen.
Dari berbagai definisi diatas, dapat ditarik suatu kesimpulan
mengenai akuntansi pertanggung jawaban sebagai berikut :
a.
Akuntansi
pertanggungjawaban merupakan suatu sistem akuntansi yang disusun berdasarkan
struktur organisasi yang secara tegas memisahkan tugas, wewenang dan tanggung jawab
dari masing-masing tingkat manajemen.
b.
Akuntansi
pertanggungjawaban mendorong para individu, terutama para manajer untuk berperan
aktif dalam mencapai tujuan perusahaan secara efektif dan efisien.
c.
Penyusunan
anggaran dalam akuntansi pertanggungjawaban adalah berdasarkan pusat pusat
pertanggungjawaban. Dari laporan pertanggungjawaban dapat diketahui
perbandingan antara realisasi dengan anggarannya, sehingga penyimpangan yang
terjadi dapat dianalisa dan dicari penyelesaiannya dengan manajer pusat pertanggungjawabannya.
d.
Akuntansi
pertanggungjawaban melaporkan hasil evaluasi dan penilaian kinerja yang berguna
bagi pimpinan dalam penyusunan rencana kerja periode mendatang, baik untuk
masing-masing pusat pertanggungjawaban maupun untuk kepentingan perusahaan secara
keseluruhan.
Sedangkan menurut Mulyadi (1983 : 379-380) dikemukakan: “Akuntansi
pertanggungjawaban adalah suatu sistem yang disusun sedemikian rupa sehingga
pengumpulan dan pelaporan biaya dan penghasilan dilakukan dengan bidang pertanggungjawaban dalam
organisasi dengan tujuan
agar dapat ditunjuk orang atau kelompok yang bertanggungjawab
terhadap penyimpangan dari biaya dan penghasilan yang dianggarkan”.
Di dalam pengertian di atas Mulyadi menyimpulkan bahwa syarat untuk
dapat menerapkan akuntansi pertanggungjawaban :
1.
Struktur
organisasi
Dalam akuntansi pertanggungjawaban struktur
organisasi harus menggambarkan aliran tanggungjawab, wewenang dan posisi yang
jelas untuk setiap unit kerja dari setiap tingkat manajemen selain itu harus
menggambarkan pembagian tugas dengan jelas pula. Dimana organisasi
disusun sedemikian rupa sehingga wewenang dan tanggungjawab tiap pimpinan
jelas. Dengan
demikian wewenang mengalir dari tingkat manajemen atas ke bawah, sedangkan tanggungjawab
adalah sebaliknya.
2.
Anggaran
Dalam akuntansi pertanggungjawaban setiap pusat pertanggung jawaban
harus ikut serta dalam penyusunan anggaran karena anggaran merupakan gambaran rencana
kerja para manajer yang akan dilaksanakan dan sebagai dasar dalam penilaian kerjanya.
Diikut sertakannya semua manajer dalam penyusunan.
3.
Penggolongan biaya
Karena tidak semua biaya yang terjadi dalam
suatu bagian dapat dikendalikan oleh manajer, maka hanya biaya-biaya
terkendalikan yang harus dipertanggung jawabkan olehnya. Pemisahan biaya kedalam biaya terkendalikan dan biaya tak terkendalikan perlu
dilakukan dalam akuntansi
pertanggungjawaban.
·
Biaya
terkendalikan adalah biaya yang dapat secara langsung dipengaruhi oleh manajer dalam
jangka waktu tertentu.
·
Biaya tidak
terkendalikan adalah biaya yang tidak memerlukan keputusan dan pertimbangan
manajer karena hal ini tidak dapat mempengaruhi biaya karena biaya ini diabaikan.
4.
Sistem
akuntansi
Oleh karena biaya yang terjadi akan dikumpulkan untuk setiap
tingkatan manajer maka biaya harus digolongkan dan diberi kode sesuai dengan tingkatan manajemen
yang terdapat dalam struktur organisasi. Setiap tingkatan manajemen merupakan pusat
biaya dan akan dibebani dengan biaya yang terjadi didalamnya yang dipisahkan antara biaya
terkendalikan dan biaya tidak terkendalikan. Kode perkiraan diperlukan untuk mengklasifikasikan
perkiraan-perkiraan baik dalam neraca maupun dalam laporan rugi laba.
5.
Sistem
pelaporan biaya
Bagian akuntansi biaya setiap bulannya membuat laporan
pertanggungjawaban untuk tiap-tiap pusat biaya.
Setiap awal bulan dibuat rekapitulasi biaya atas dasar total biaya bulan lalu,
yang tercantum
dalam kartu biaya. Atas dasar rekapitulasi biaya disajikan laporan pertanggung jawaban
biaya. Isi dari laporan pertanggungjawaban disesuaikan dengan tingkatan manajemen
yang akan menerimanya. Untuk tingkatan manajemen yang terrendah disajikan jenis biaya,
sedangkan untuk tiap manajemen diatasnya disajikan total biaya tiap pusat biaya
yang dibawahnya
ditambah dengan biaya-biaya yang terkendalikan dan terjadi dipusat biayanya sendiri.
Di dalam pelaksanaan akuntansi pertanggungjawaban terdapat beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi, seperti yang dikemukakan oleh Mulyadi adalah sebagai
berikut :
1.
Struktur
organisasi yang menetapkan secara jelas dan tegas menggambarkan pembagian
tugas, wewenang dan tanggungjawab untuk setiap unit dalam struktur organisasi.
2.
Penyusunan
anggaran yang dilakukan oleh tiap tingkatan manajemen dalam organisasi perusahaan.
3.
Adanya
pemisahan biaya sesuai dengan dapat dikendalikan tidaknya suatu biaya oleh seorang
manajer pusat biaya tertentu dalam perusahaan.
4.
Adanya
klasifikasi dan kode rekening yang disesuaikan dengan tingkatan manajemen dalam
perusahaan.
5.
Sistem
pelaporan biaya pada setiap tingkatan perusahaan telah memenuhi syarat dalam penerapan
akuntansi pertanggungjawaban
2.
Tujuan Dan
Keuntungan Akuntansi Pertanggungjawaban
Didalam penerapan akuntansi pertanggungjawaban pada suatu
perusahaan, terlebih dahulu harus diketahui apa
yang menjadi tujuan dari Akuntansi Pertanggungjawaban itu sendiri.
Menurut Robert N. Anthony dan Roger H. Hermanson (2001: 57)
dikemukakan bahwa : “Tujuan Akuntansi pertanggungjawaban adalah membebani pusat
pertanggungjawaban dengan biaya yang dikeluarkannya.”
Berdasarkan tujuan-tujuan yang dikemukakan diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa tujuan dari
Akuntansi Pertanggungjawaban adalah mengadakan evaluasi hasil kerja
suatu pusat pertanggungjawaban untuk meningkatkan operasi-operasi perusahaan di
waktu yang akan datang. Adapun
keuntungan dari Akuntansi Pertanggung jawaban adalah
individu dalam organisasi ikut berperan serta dalam mencapai sasaran perusahaan secara efektif dan
efisien. Manfaat
dari Akuntansi Pertanggungjawaban, yaitu :
1.
Dasar
penyusunan anggaran
2.
Penilai kerja
manajer pusat pertanggungjawaban
3.
Pemotivasi
manajer
4.
Alat untuk
memantau efektivitas program pengelolaan aktivitas.
3. PUSAT PERTANGGUNGJAWABAN
a.
Pengertian
Pusat Pertanggungjawaban
Pusat pertanggungjawaban ialah setiap unit kerja dalam organisasi
yang dipimpin oleh seorang manajer yang bertanggungjawab atas aktivitas yang dilakukan atau
unit organisasi yang dipirnpinnya. Dalam kaitan ini, suatu organisasi terdiri dari
kumpulan dari beberapa pusat pertanggungjawaban. Keseluruhan pusat pertanggungjawaban ini
membentuk jenjang hirarki dalam organisasi tersebut. Pada tingkatan yang terendah bentuk dan
pusat pertanggungjawaban ini kita dapatkan sebagai seksi, regulernya bergilir, serta
unit-unit kerja lainnya, Pada tingkatan yang lebih
tinggi pusat pertanggung jawaban dibentuk dalam departernen-departemen ataupun divisi-divisi.
Biasanya istilah pusat pertanggungjawaban hanya kita terapkan untuk unit-unit kecil
dalam organisasi ataupun unit-unit kerja yang terletak pada tingkat bawah dalam
suatu lingkup
organisasi.
Pengertian pusat pertanggungjawaban yang dijelaskan oleh beberapa
ahli antara lain : Hansen, Mowen (2005:116) mengartikan pusat pertanggung jawaban
sebagai berikut :“Pusat pertanggungjawaban merupakan suatu segmen bisnis yang manajernya
bertanggung jawab terhadap serangkaian kegiatan-kegiatan tertentu”.
Sedangkan pusat pertanggungjawaban menurut Moriarty and Allen
(1991: 5) adalah sebagai berikut : A Responsibility centeries an activity on collection of activities
supervised by a single individual.
Dengan demikian dari berbagai pendapat diatas penulis mengambil
suatu kesimpulan bahwa pusat pertanggungjawaban adalah suatu unit organisasi yang dipimpin
oleh seorang manajer yang mempunyai wewenang dan tanggungjawab atas aktivitas unit yang
dipimpinnya. Pusat pertanggung jawaban dapat berupa unit organisasi seperti seksi, segmen,
departemen, divisi atas sebuah perusahaan.
b.
Jenis-jenis
Pusat Pertanggungjawaban
Pusat pertanggungjawaban pada dasarnya diciptakan untuk mencapai
sasaran tertentu, jadi sasaran dari masing-masing individu dalam liar-liar pusat pertanggungjawaban
itu harus diusahakan agar selaras, serasi dan seimbang dalam usaha rnencapai
sasaran umum dari organisasi secara keseluruhan. Suatu pusat pertanggungjawaban pada
dasarnya dibentuk untuk rnencapai sasaran tertentu yang selaras dengan sasaran umum
organisasi.
c.
Masukan
Keluaran
Setiap pusat pertanggungjawaban membutuhkan masukan yang berupa
sejumlah bahan baku, tenaga kerja, ataupun jasa-jasa yang akan di proses dalam pusat
pertanggungjawaban, hasil proses tersebut menghasilkan keluaran yang berupa produk atau jasa.
Ada empat tipe pusat pertanggungjawaban yang didasarkan kepada
sifat masukan dalam bentuk biaya dan keluaran dalam bentuk pendapatan ataupun secara
bersama-sama yaitu :
·
Pusat
Pendapatan (Revenue Center)
·
Pusat
Pembiayaan (Cost Center)
·
Pusat
Laba (Profit Center)
·
Pusat
Investasi (Investment.Center)
1) Pusat Biaya (Cost Center)
Pusat biaya adalah bentuk segmen terkecil dari aktivitas atau pusat
pertanggungjawaban yang hanya bertanggungjawab dalam mengendalikan biaya-biaya yang terjadi
di dalamnya
tanpa menghubungkan
dengan nilai uang dari keluaran yang dihasilkan. Sebuah pusat biaya tidak mengendalikan
penjualan atau aktivitas perusahaan. Laba sebuah departemen yang berbentuk pusat
biaya sulit ditentukan karena adanya masalah dalam alokasi pendapatan. Tujuan
dari manajer
pusat biaya ini adalah meminimalkan perbedaan antara realisasi biaya dengan anggarannya. Pusat
biaya dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu :
1.
Pusat Biaya
Teknik
Pusat biaya teknik adalah pusat biaya yang sebagian besar biaya
berupa biaya teknik yaitu biaya yang masukannya mempunyai hubungan yang nyata dan erat. Dalam
mengukur prestasi kerja manajer pusat biaya, biaya-biaya yang dapat diukur biasanya telah
menggunakan biaya standar. Penilaian efisiensi pusat biaya teknik dilakukan dengan
membandingkan masukan dengan keluarannya, artinya biaya yang sesungguhnya
terjadi pada pusat biaya ini dibandingkan dengan standarnya, kemudian dihitung
dan dianalisa penyimpangan yang terjadi.
2. Pusat Biaya Kebijakan
Pusat biaya kebijakan adalah pusat biaya yang
sebagian besar biayanya berupa biaya kebijakan yaitu biaya yang antara masukan
dan keluarannya memiliki hubungan yang erat dan nyata. Pusat biaya ini
keluarannya tidak dapat diukur dengan besaran nilai uang, karena walaupun menghasilkan
keluaran, namun keluarannya itu sulit diukur secara kuantitatif atau tidak mempunyai
hubungan yang nyata dengan masukannya. Pengendalian
pengeluaran biaya yang telah mendapatkan persetujuan manajemen dengan pengeluarannya.
2) Pusat Pendapatan (Revenue Center)
Pusat pendapatan adalah pusat pertanggungjawaban yang keluarannya
dapat diukur dengan satuan moneter, sedangkan masukannya tidak. Jadi, prestasi
manajernya dinilai atas dasar pendapatan pada pusat pertanggungjawaban yang dipimpin. Dalam pusat
pendapatan, keluaran (dalam bentuk pendapatan) diukur dengan satuan moneter, tetapi
tidak terdapat hubungan yang erat dan nyata antara masukan (biaya) dengan pendapatan. Sebenarnya
pengukuran prestasi manajer pusat pendapatan yang hanya berdasarkan tingkat penjualan
dipandang terlalu sempit. Pengukuran itu
perlu ditambah dengan penilaian prestasi atas dasar laba atau kontribusi laba bruto,
yaitu dengan menganalisis laba kotor dengan laba bruto yang diharapkan atau
dianggarkan.
3) Pusat Laba (Profit Center)
Pusat laba adalah pusat pertanggungjawaban dimana baik masukan
(biaya yang dikonsumsi) maupun keluarannya (pendapatan yang berhasil dicapai) dapat diukur
dengan satuan moneter. Selisih antara pendapatan dengan biaya adalah laba yang diperoleh
atau rugi yang diderita. Pembentukan pusat laba memerlukan perincian tugas, pendelegasian
wewenang dan tanggungjawab serta dukungan informasi agar manajer yang
bersangkutan dapat merencanakan kegiatankegiatan pada unit
kerjanya dengan baik.
4) Pusat Investasi (Investment Center)
Pusat Investasi merupakan pusat pertanggungjawaban yang paling
luas, karenanya manajer berwenang dalam mengendalikan pendapatan dan biayanya, baik biaya
operasi maupun biaya yang timbul sehubungan dengan usaha memperoleh sumber daya dan
menentukan barang modal yang akan dibeli. Masalah utama dalam sebuah pusat investasi adalah
laba yang dihasilkan dan harta yang digunakan untuk memperoleh laba tersebut, yaitu apakah
yang dihasilkan telah sebanding dengan modal yang diinvestasikan. Manajemen pusat
investasi diharapkan memperoleh laba sebesar jumlah yang ditetapkan untuk setiap nilai
rupiah yang diinvestasikan Prestasi pusat investasi ini diukur dengan menilai tingkat
Residual, Income maupun tingkat Return On Investment
B. Wakaf Tunai
Wakaf adalah institusi
ibadah sosial yang tidak memiliki rujukan yang eksplisit dalam al-qur’an dan
sunah. Ulama berpendapat bahwa perintah wakaf merupakan bagian dari perintah
untuk melakukan al-khair (kebaikan)[1].
Wakaf tunai sebenarnya
sudah menjadi pembahasan ulama terdahulu; salah satunya Imam az-Zuhri yang
membolehkan wakaf uang (saat itu dinar dan dirham). Bahkan sebenarnya pendapat
sebagian ulama mazhab al-Syafi'i juga membolehkan wakaf uang. Mazhab Hanafi
juga membolehkan dana wakaf tunai untuk investasi mudharabah atau sistem bagi
hasil lainnya. Keuntungan dari bagi hasil digunakan untuk kepentingan
umum.
Sementara itu, Pada
tanggal 11 Mei 2002 Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menetapkan
fatwa tentang wakaf tunai, yang isinya sebagai berikut:
a. Wakaf
uang (cash waqaf/waqf al-Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok
orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai.
b. Termasuk
ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga.
c. Wakaf
uang hukumnya jawaz (boleh).
d. Wakaf
uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar'i.
e. Nilai
pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan,
dan atau diwariskan.
C. Unsur Wakaf
Wakaf dilaksanakan
dengan memenuhi unsur wakaf sebagai berikut:
a. Wakif Yaitu pihak yang mewakafkan harta benda
miliknya, wakif dapat berupa perorangan, organisasi dan badan hukum.
b. Nazhir Yaitu pihak yang menerima harta benda wakaf
dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukkannya.
c. Harta
benda hanya dapat diwakafkan apabila dimiliki dan dikuasai secara penuh dan sah
oleh wakif.
d. Ikrar
wakaf yang dibuktikan dengan pembuatan akta ikrar wakaf sebagai bukti
pernyataan kehendak wakif untuk mewakafkan harta benda miliknya guna dikelola
oleh nazhir sesuai dengan peruntukkan harta benda wakaf yang dituangkan dalam
bentuk akta
e. Peruntukan
harta benda wakaf, dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf, harta benda
wakaf hanya dapat diperuntukkan bagi: sarana dan kegiatan ibadah; sarana dan
kegiatan pendidikan serta kesehatan; anak terlantar, yatim piatu, beasiswa;
kemajuan dan peningkatan ekonomi umat; dan/atau kemajuan kesejahteraan umum
lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah dan peraturan
perundang-undangan.
f. Jangka
waktu wakaf. Saat ini wakaf dapat diberikan jangka waktu, yaitu pada instrument
wakaf uang.
D. Lembaga Pengelolaan dan Penyaluran Wakaf
Lembaga wakaf di Indonesia telah dikenal dan berlangsung seiring
dengan usia agama Islam masuk ke Nusantara, yakni pada pertengahan abad ke-13
Masehi. Kenyataannya dalam perkembangannya, lembaga wakaf belum dipahami
masyarakat serta belum memberikan kontribusi yang berarti dalam rangka
peningkatan kehidupan ekonomi umat Islam. Hal ini disebabkan karena umat Islam
hampir melupakan kegiatan-kegiatan yang berasal dari lembaga perwakafan.[2][4]
Untuk mengelola wakaf di Indonesia secara profesional, yang
pertama-tama adalah pembentukan suatu badan atau lembaga yang mengkordinasi
secara nasional bernama Badan Wakaf Indonesia. (BWI). Badan Wakaf Indonesia di
berikan tugas mengembangkan wakaf secara produktif dengan membina Nazhir wakaf
(pengelola wakaf) secara nasional, sehingga wakaf dapat berfungsi untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Dalam pasal 47 ayat 2 disebutkan bahwa Badan Wakaf Indonesia bersifat
independent, dan pemerintah sebagai fasilitator. Tugas utama badan ini adalah
memberdayaan wakaf melalui fungsi pembinaan, baik wakaf benda bergerak maupun
benda yang bergerak yang ada di Indonesia sehingga dapat memberdayakan ekonomi
umat.
Badan Wakaf Indonesia ini mempunyai tugas:
a.
Melakukan
pembinaan terhadap Nadzir dalam mengelola dan mengembangkan harta wakaf
b.
Melakukan
pengelolaan dan pengembangan harta wakaf berskala nasional dan internasional
c.
Memberikan
persetujuan dan/atau izin atas perubahan peruntukan dan status harta benda
wakaf
d.
Memberhentikan
dan mengganti Nadzir
e.
Memberikan
persetujuan atas penukaran harta benda wakaf, dan
f.
Memberikan
saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang
perwakafan. [3][5]
Disamping memiliki tugas-tugas konstitusional, BWI harus menggarap
wilayah tugas:
a.
Merumuskan
kembali fikh wakaf baru diIndonesia, agar wakaf dapat dikelola lebih praktis,
fleksibel dan modern tanpa kehilangan wataknya sebagai lembaga Islam yang
kekal.
b.
Membuat kebijakan
dan strategi pengelolaan wakaf produktif, mensosialisasikan bolehnya wakaf
benda-benda bergerak dan sertifikat tunai kepada masyarakat.
E.
Syarat Pengelolaan Wakaf
Agar pengelolaan wakaf dapat berjalan dengan optimal maka ada
persyaratan yang harus dipenuhi oleh
pengelola wakaf (nadzir) ataupun dalam pengelolaannya. Dalam
UU NO 41 Tahun 2004 tentang wakaf disebutkan bahwa syarat-syar pengelola wakaf
yaitu :
1.
Nadzir Perseorangan
Sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 huruf a hanya dapat menjadi Nazhir apabila memenuhi
persyaratan:
a.
Warga negara
Indonesia;
b.
Beragama Islam;
c.
Dewasa;
d.
Amanah;
e.
Mampu secara
jasmani dan rohani; dan
f.
Tidak terhalang
melakukan perbuatan hukum
2. Organisasi
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b hanya dapat menjadi
Nadzir apabila memenuhi persyaratan :
a.
Pengurus
organisasi yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir perseorangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
b.
Organisasi yang
bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam
F.
Badan Hukum
Sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 huruf c hanya dapat menjadi Nazhir apabila memenuhi
persyaratan:
a.
Pengurus
badan hukum yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir perseorangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ); dan
b.
Badan hukum
indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundang.undangan yang
berlaku; dan
c.
Badan hukum
yang bersangkutan bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan,
dan/atau keagamaan Islam.
Dalam UU NO 41 Tahun 2004 disebutkan pula mengenai syarat-syarat
pengelolaan wakaf yaitu:
a.
Nazhir wajib mengelola dan mengembangkan
harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukannya.(Pasal 42)
b.
Pengelolaan dan
pengembangan harta benda wakaf oleh Nazhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42
dilaksanakan sesuai dengan prinsip syariah.
c.
Pengelolaan dan
pengembangan harta benda wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
secara produktif.
d.
Dalam hal
pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang dimaksud pada ayat (1)
diperlukan penjamin, maka digunakan lembaga penjamin syariah.
e.
Dalam mengelola
dan mengembangkan harta benda wakaf, Nazhir dilarang melakukan perubahan
peruntukan harta benda wakaf kecuali atas dasar izin tertuli dari Badan Wakaf
Indonesia.(Pasal 44)
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, B. 1980.
Concetual Foundation of Management Accounting. Philipines: Addison-Wpco.
Akbar, A. S. & Cahyadi, M. 2008. Praktik Ekonomi Islam di
Indonesia dan Implikasinya terhadap Perekonomian, Jurnal Ekonomi Syariah
Muamalah, 5.
Ali, N. M.
2008. Zakat sebagai Instrumen dalam Kebijakan Fiskal, Jurnal Harmoni.
Alrasyid, H. 1994. Tehnik
Penarikan Sampel dan Pengukuran skala. Bandung: Program Pascasarjana
Uninersitas Padjadjaran.
Ancok, D. 1989. Validitas dan Reabilitas Instrumen penelitian
Dalam Metode Survey (edisi kedua). Jakarta: LP3ES.
Anthony, A., et al. 1997. Management Accounting (2nd edition). New
Jersey: Prentice Hall Internasional, Inc.
Damayanti, E. 2004. Penerapan Akuntansi Pertanggungjawaban
melalui pusat sesuai dengan biaya
sebagai alat pengendalian Manajemen, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, 2
(9).
Sugiyanto, A.K., Gunadi, R., et al. 1995. Akuntansi Pemerintahan
dan Organisasi Non-Laba. Malang: Pusat Pengembangan Akutansi Fakultas
Ekonomi Universitas Brawijaya.
Triyuwono, I.
2000. Organisasi dan Akuntansi Syariah (edisi pertama). Yogyakarta: Lkis.
William, F. L. 1978. Responsibility AccountingA Basic Concept.
“Dalam Readings in Cost Accounting, Budgeting and Control . Ed. William E.
Thomas, Jr. (5th edition). Cincinnati: SouthWestrn Publishing Co.
_
Al-Qur’an
dan Terjemahannya. Jakarta:
Departemen Agama Republik Indonesia.
Moleong,Lexy J,Metodologi
Penelitian Kualitatif, (Bandung: Rosda, 2007)
Musfiqon, Metodologi Penelitian
Pendidikan, (Jakarta: Prestasi Pustaka 2012) Cet.1
[1] Lihat QS Al-hajj (22):77
[2][4] Achmad Djunaidi dan Thobieb al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif (sebuah Upaya
Progresif Untuk Kesejahteraan Umat)., (Jakarta Selatan: Mitra Abadi
Press, III. 2006) Hal.79
[3][5] psl. 49 ayat 1 UU No. 41/2004 ttg
Wakaf
[4][6] Departemen Agama. Pedoman pengelolaan dan Pengembangan Wakaf (Jakarta:DepagRI,
2006) Hal 105-106
Vegas Sands Casino - Online Gambling Guide - SG Casino
BalasHapusThe most reputable online casinos in the world 샌즈 카지노 쇼미더벳 offer gambling experience in a safe, secure and efficient way. With the most recent online gambling sites